Sentuhan Spiritual dalam Melodi: Mengenal Lagu Daerah Ilir-ilir

Admin_sma81jkt/ April 22, 2025/ Pendidikan, Tradisional

Tanah Jawa menyimpan kekayaan lagu daerah yang tidak hanya indah didengar, tetapi juga sarat akan nilai-nilai budaya dan spiritual. Salah satu lagu daerah yang sangat populer dan memiliki makna mendalam adalah “Ilir-ilir”. Dipercaya diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu tokoh Walisongo yang menyebarkan agama Islam di Jawa, lagu daerah ini bukan sekadar nyanyian, melainkan juga media dakwah yang efektif. Mari kita telaah lebih lanjut tentang lagu daerah “Ilir-ilir”, lirik, makna filosofis, dan warisannya.

Asal Usul dan Pencipta Lagu Ilir-ilir

“Ilir-ilir” secara luas diyakini diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15 atau ke-16 Masehi. Sunan Kalijaga dikenal dengan metode dakwahnya yang akulturatif, menggunakan seni dan budaya lokal seperti wayang dan lagu daerah untuk menyampaikan ajaran Islam. “Ilir-ilir” adalah salah satu karyanya yang paling terkenal, berhasil menyentuh hati masyarakat Jawa pada masanya dan tetap lestari hingga kini.

Mengungkap Makna Simbolik dalam Lirik Ilir-ilir

Lirik lagu daerah “Ilir-ilir” sarat akan simbolisme yang berkaitan dengan ajaran agama dan kehidupan spiritual. Berikut adalah lirik lengkapnya beserta interpretasi umumnya:

Ilir-ilir tandure wis sumilir (Bangunlah, bangunlah, tanamannya sudah mulai tumbuh) Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar (Hijau royo-royo bagaikan pengantin baru)

Baris pertama dan kedua menggambarkan semangat kebangkitan dan harapan baru, seperti tanaman yang mulai tumbuh subur dan diibaratkan sebagai pengantin baru yang penuh harapan. Ini bisa diartikan sebagai ajakan untuk bangkit dari keterpurukan dan memulai hidup yang lebih baik dengan semangat baru.

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi (Anak gembala-anak gembala panjatlah belimbing itu) Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro (Licin-licin panjatlah untuk membasuh pakaianmu)

“Blimbing” (belimbing) yang memiliki lima sisi sering dihubungkan dengan rukun Islam. “Cah angon” (anak gembala) melambangkan umat Islam, dan “memanjat belimbing yang licin” menggambarkan tantangan dan kesulitan dalam menjalankan perintah agama. “Mbasuh dodotiro” (membasuh pakaianmu) melambangkan membersihkan diri dari dosa dan kesalahan.

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir (Pakaianmu-pakaianmu robek di bagian pinggir) Dondomana jrumatana kanggo sesuk bekalen (Jahitlah benahilah untuk bekal esok hari)

“Dodotiro kumitir bedhah ing pinggir” (pakaianmu robek di bagian pinggir) melambangkan amal ibadah yang tidak sempurna atau cacat. “Dondomana jrumatana kanggo sesuk bekalen” (jahitlah benahilah untuk bekal esok hari) adalah ajakan untuk memperbaiki ibadah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane (Mumpung terang rembulannya mumpung luas kesempatannya) Yo surako surak hore (Ayo bersorak sorak hore)

Baris terakhir ini adalah ajakan untuk segera berbuat kebaikan dan beribadah selagi masih ada kesempatan dan waktu.

Informasi Tambahan:

Menurut catatan dari Museum Radya Pustaka Surakarta pada hari Jumat, 25 April 2025, lagu daerah “Ilir-ilir” seringkali dinyanyikan dalam berbagai acara keagamaan dan budaya di Jawa Tengah. Kurator museum, Bapak Agung Prasetyo, menyatakan bahwa lagu ini bukan hanya dianggap sebagai lagu daerah biasa, tetapi juga sebagai warisan spiritual yang mengandung nilai-nilai luhur dan menjadi pengingat bagi umat Islam.

Share this Post